A. Tujuan
Menghitung jumlah sel darah merah
B. Alat dan bahan
1. Toma hemasitometer (chounting chamber)
2. Pipet khusus bertanda ‘101’
3. Bilik hitung
4. Blood lancet steril (disposable)
5. Etil alkohol 70%
6. Kapas
7. Larutan hayem
C. Cara kerja
D. Tabulasi data
Probandus : fatchiyatul Ummah
Berat badan ; 49 kg
Tinggi badan : 153 cm
Umur : 20 tahun 7 bulan
Golongan darah : O
Hasil :
Kiri atas = 93 SDM
Kanan atas = 94 SDM
Kanan bawah = 79 SDM
Kiri bawah = 94 SDM
Tengah = 104 SDM
Total = 464 x 10.000
=4.640.000 SDM/mm3
E. Pembahasan
Pada praktikum kali ini bertujuan menghitung jumlah Sel darah merah pada darah manusia. Alat-alat yang praktikan gunakan adalah toma hemasitometer (chounting chamber), pipet khusus bertanda ‘101’, bilik hitung, blood lancet steril (disposable), etil alkohol 70%, kapas dan larutan hayem.
Cara kerja yang praktikan lakukan adalah Mensterilkan kulit ujung jari tengah dengan kapas alkohol dan biarkan sampai kering, Menusuk ujung jari tengah naracoba dengan blood lancet steril ( disposable) sehingga darah keluar, Menyiapkan pipet khusus untuk menghitung sel darah merah ( ada kristal yang berwarna merah) dengan tanda 101. Memastikan pipet selalu dalam keadaan kering dan bersih, Mengambil darah langsung dari naracoba dengan menggunakan pipet khusus sampai melebihi tanda 0,5, kemudian membersihkan ujungnya dengan kertas tissu sehingga bersih dan darah tepat pada batas 0,5, kemudian segera menghisap dengan pipet dan menghisap larutan hayem sampai batas tanda 101, kemudian meletakkan pioet pada posisi hirizontal. selanjutnya memegang kedua ujung pipet dengan ibu jari dan telunjuk lalu menggerakkan secara perlahan-lahan agar darah bercampur dengan reagen, menyiapkan dan membersihkan bilik hitung (chamber accaunting) dan kaca penutupnya dengan kertas tissue. menaruh bilik hitungtersebut di meja mikroskop dan menjepitnya dengan seksama kemudian mengamati bagian-bagian dari bilik hitung dengan mempergunakan perbesaran lemah (10x4) sampai jelas betul letak kotak-kotaknya, meneteskan cairan darah yang telah dicampur dengan larutan hayem dalam pupet sebanyak satu tetes lewat tepi kaca penutup dari bilik hitung sehingga cairan merata ke semua bilik hitung, memeriksa dengan perbesaran lemah (10X4) dan mencari kotak tengah dari bilik hitung. kotak tersebut masih dibagi lagi menjadi 25 kotak kecil, tiap kotak kecil tersebut masih dibagi lagi menjadi 16 kotaj kecil, menghitung jumlah SDM dengan perbesaran 10X10 dengan menggunakan alat counter, dan untuk menghemat waktu, dipilh 5 kotak sampel . sampelnya yaitu bagian kanan atas, kiri atas, kanan bawah, tengah dan kiri bawah. setelah mengetahui jumlah SDM maka segera memasukkan ke dalam rumus
Cairan darah atau sering disebut darah saja, pada semua hewan vertebtara tersusun atas plasma, sel darah merah (SDM), sel darah putih (SDP), keping-keping darah (trombosit). Plasma berfungsi sebagai medium cair di dalamnya terlarut (albumun, fibrinogen, dan globulin) sehingga disebut protein plasma. Selain itu juga terlarut nutrien lainnya ( glukosa, asam lemakdan kolesterol), vitamin, mineral, garam anorganik terutama natrium klorida (NaCl), limbah metabolisme dan gas.
Gambar sel darah merah
Bila suatu tetes darah segar diperiksa di bawah meja mikroskop, terlihat sel-sel darah merah sebagai lempengan bikonkaf dengan diameter 8 μm. Dalam keadaan segar, mereka akan tampak lebih kehijau-hijauan daripada merah. Lekuk pada bagian pusat tiap sel darah merah menimbulkan bintik terang, yang pada penglihatan pertama disalahtafsirkan sebagai nukleus.akan tetapi sel-sel darah merah pada mamalia tidak bernukeus. Serimgkali mereka melekat berpadu berbarisan, atau rouleaux bila suatu tetesan darah mengering pada tepinya, sel-sel merahnya kehilangan cairannya dan berubah bentuk. Beberapa berbentuk mangkoklainnya tidak teratur.
Secara pembahasan Eritrosit mikroskopik, eritrosit atau sel darah merah nampak sebagai lempengan bikonkaf dengan rata- rata diameternya 8,1 µm, ketebalan maksimum 2.7 µm dan ketebalan minimum di bagian tengah lempengan kira-kira 1.0 µm. Sel darah merah tidak berinti dan tidak dapat berproduksi atau melakukan metabolisme ekstensif. Air menempati 70% dari volume sel, dan hemoglobin ( Hb ) menempati 25% volume, sementara kandungan lain seperti protein dan lipid, termasuk kolesterol menempati sisa volume ( 5% ). Fungsi eritrosit adalah mengangkut oksigen yang terikat pada hemoglobin. Walaupun fungsi Hb yang utama adalah membawa oksigen dan karbokdioksida, Hb juga memerankan bagian penting dalam pengaturan keseimbangan asam-basa dalam tubuh.
Eritrosit pada manusia berbentuk diskus bikonkaf, diameter 6-9 μm, tebal bagian tengah 1μm, bagian tepi 2-2,5 μm dan tidak berinti. Membran eritrositnya tersusun atas fosfolipid (lipid bilayer) layaknya membran inti sel lainnya. Sitoplasma tersusun atas hemoglobin (34%), tidak terdapat mitokokdria, lisosom, ribosom, RE dan badan golgi, sehingga metabolismenya sangat terbatas dengan menggunakan enzim-enzim metabolisme yang telah ada ( yaitu sisa-sisa sewaktu perkembangan dari sumsum tulang). Kation yang terdapat dalam sitoplasma eritrosit antara lain: K+,Na+, Ca2+, Mg2+ dan anion dalam bentuk Cl-, HCO3-, Hb, fosfat anorganik, dan 2-3-DPG.
Molekul Hb adalah protein gabungan dengan Bm kira-kira 64.500. dibentuk oleh dua komponen yang bersama-sama membentuk satu subunit protein gabungan, yaitu satu pigmen yang berisi besi disebut heme terikat pada satu molekul peptida yang disebut globin. Molekul Hb dari eritrosit secara fungsi dibentuk dari bentuk subunit tersebut. Dua subunit berisi satu molekul globin yang dipola sebagai satu rantai alfa dan dua subunit lainnya berisi molekul globin yang dipola sebagai suatu rantai beta.
Setiap molekul Hb fungsional berisi empat atom besi dalam bentuk fero , dan Hb dapat bergabung dengan empat molekul oksigen. Bila oksigen bergabung dengan empat atom besi pertama, gabungan oksigen berikutnya dengan tiga atom besi sisanya sangat dipertinggi. Dengan demikian, karena darah melalui paru-paru, hemoglobin eritrosit memuat oksigen, yang diangkut ke seluruh jaringan tubuh lain. Dalam jaringan tubuh, oksigen dilepas untuk digunakan oleh sel-sel tubuh.
Kemampuan Hb untuk bergabung dengan oksigen dan sebaliknya merupakan gambaran bahwa molekul ini sangat luar biasa dan memberikan peran berarti bagi homeostatis. Kemampuan untuk mengikat dan melepas oksigen dipengaruhu oleh perubahan suhu, komposisi ion plasma, pH atau kadar CO2. Pengatur kemampuan mengikat oksigen Hb paling penting adalah ph dan tekanan parsial CO2. Cara- cara pengubahan pH dan pCO2 ( tekanan parsial CO2 ) mempengaruhi persen kelarutan Hb. Ph dan pCO2 berkaitan dengan kenyataan bahwa kadar CO2 bertambah, konsentrasi H+ juga bertambah.
Keterkaitan kerja pH dan pCO2 pada kemampuan mengikat oksigen terhadap Hb dikenal dengan efek Bohr. Kalau kadar CO2 dan H2O naik, maka kemampuan Hb untuk mengikat oksigen turun. Dengan denikian, kalau eritrosit dengan muatan oksigennya samapai jaringan perifer, maka eritrosit akan menanggapi naiknya kadar CO2 yang telah dihasiklkan oleh metabolisme sel dengan melepaskan oksigen yang dibawanya. Karena tekanan parsial oksigen di sekitar Hb turun, maka afinitas Hb terhadap oksigen juga turun. Ini berarti bila aliran darah melalui jaringan yang kadar oksigennya rendah., Hb melepas oksigennya dengan sangat mudah. Sebaliknya, pada jaringan pada oksigennya tinggi, Hb cepat mengankut oksigen. Di paru-paru, bila molekul Hb mengikat molekul oksigen , maka ia juga melepas H+ . ion H+ yang dilepas bergabung dengan ion bikarbonat dalam plasma membentuk asam bikarbonat, yang kemudian melepas CO2 untuk dihembuskan.
Pada jaringan perifer, banyak CO2 diproduksi dari metabolisme seluler. CO2 membentuk asam bikarbonat ( H2CO3) yang berdisosiasi dalam larutan menjadi H+ dan HCO3_ . dengan demikian rendahnya pO2 dan naiknya H+ menyebabnya Hb melepas oksigen dan mengambil H+. kira-kira pertiga CO2 dibuang dari jaringan dalam bnetuk bikarbonat terlarut.
Eritrosit berisi enzim karbonat anhidrase, yang mengkatalis reaksi berikut: CO2 + H2O-H2CO3. Pada jaringan perifer di mana CO2 diproduksi, karbonat anhidrase mendorong reaksi kearah kanan. Dalam lingkungan paru-paru di mana CO2 relatif lebih rendah dibandingkan di lingkungan jaringan, enzim menggerakkan reaksi ke arah kiri. Karbondioksida juga langsung diangkut lamgsung pada molekul Hb dalam membentuk gugus karbamino. Asam amino dalam rantai α dan rantai β molekul Hb memiliki gugus asam amino lebih ( NH2 ). Asam amino demikian seperti histide, arginine, dan lysine dapat bergabung dengan karbonsioksida.
Bentuk eritrosit bikonkaf, seperti lempeng, memberi rasio luas permukaan terhadap volemu sangat besar. Luas permukaan memungkinkan pertukaran gas cepat dari interior ke eksterior dan sebaliknya. Molekul- molekul gas yang terletak di interor tak pernah jauh dari permukaan sel. Karenanya difusi dapat berlangsung sempurna secara cepat melalui membran-membran. Bikonkafnya eritrosit juga memungkinkan sel untuk menata ketidakteraturan osmotik yang dapat ditanggapinya dengan melakukan perubahan volume, menggunakan sedikit atau tekanan pada membran.
Pada praktikum ini, praktikan menggunakan darah 1 orang naracoba sebagai sampel. Saat pengambilan sampel, naracoba tersebut berumur 20 tahun 7 bulan. Naracoba tersebut memiliki golongan darah O dengan berat badan 49 kg dan tinggi 153 cm.
Pada perhitungan menggunakan bilik hitung, didapatkan hasil, pada bagian kiri atas bilik hitung terdapat 93 sel darah merah, pada bagian kanan atas bilik hitung terdapat 94 sel darah merah, pada bagian kanan bawah terdapat 79 sel darah merah, pada bagian kiri bawah terdapat 94 sel darah merah dan pada bagian tengah dari bilik hitung terdapat 104 sel arah merah. Kemudian hasil tersebut dijumlahkan, sehingga sel darah merah yang terdapat pada bilik hitung tersebut terdapat 464 sel. Kemudian hasil tersebut dikalikan dengan 10.000 sehingga jumlah SDM per mm3 sebanyak 4.640.000. Hal ini berarti, pada setiap mm3 darahnya terdapat sekitar 4,6 juta eritrosit. Untuk wanita sehat memiliki kira-kira 4,5 juta eritrosit dalam setiap mm3 darah. Sehingga konsntrasi eritrosit ada naracoba ini mendekati normal.
Konsentrasi eritrosit selalu mendekati normal, setiap perubahan dari nilai normal digunakan sebagai indikator bagi beberapa gangguan . nilai normal konstan konsentrasi eritrosit menggambarkan kenyataan bahwa laju produksi dan dektruksi sel benar-benar seimbang. Pria sehat mempunyai kira-kira 5 juta eritrosit dalam setiap mm3 darah.wanita sehat mempunyai kira-kira 4.5 juta eritrosit dalam setiap mm3 darah. Pengaruh komulatif pemakaian dan perusakan mencapai derajad kritis bagi setiap sel, pada titik ini eritrosit dirusak dan dibersihkan dari peredaran oleh sel fagosit sistem retikuloendotelial. Lama hidup eritrosit mengikuti distribusi dengan rata-rata lama hidup kira-kira 127 hari.
Keutuhan bentuk eritrosit sangat tergantung pada tekanan osmosis medium sekitarnya. Pada kondisi hipotonik akan mengalami pembengkakan kemudian ruptur ( hemolisis). Hemolisis pada isotonik terjadi karena agen-agen yang merusak permukaan, seperti : sabun, detergen, atau kloroform. Sitoskeleton berfungsi untuk mengatur bentuk membran eritrosit sehingga bentuknya fleksibel. Krenasi terjadi jika sel darah merah berada dalam lingkungan yang hipertonis.
Jumlah eritrosit normal pada orang dewasa sekitar 4,5-6 juta sel per mm3 (pada laki-laki) dan 4-5,5 juta sel per mm3 (pada perempuan). Polisitemia (polycytemia) adalah suatu kondisi jumlah eritrosit meningkat sangat nyata di dalam sirkulasi. Anemia adalah kondisi kemampuan tubuh dalam mengangkut oksigen berkurang karena berkurangnya jumlah SDM atau Hb. Menurut Benson et al. (1999) beberapa faktor yang mempegaruhi jumlah eritrosit antara lain :
1. Fisiologis karena adaptasi terhadap lingkungan lokal, misalnya adaptasipada tempat tinggi (pegunungan) atau sering disebut physiological polycithemia.
2. Patologis karena adanya tumor pada sumsum tulang, maka jumlah SDM dapat mencapai 10-11 juta sel permm3, hal ini disebut polycithemia vera.
Pembentukan Sel Darah Merah
Pada beberapa minggu pertama kehidupan embrio di dalam kandungan, sel-sel darah merah dihasilkan dalam kantong kuning telur.
Beberapa bulan kemudian, pembentukan terjadi di hati, limpa, dan kelenjar limfa. Sesudah bayi lahir, sel darah merah dibentuk oleh sum - sum tulang. Akan tetapi, kira-kira di usia 20 tahun, sumsum bagian proksimal tulang panjang sudah tidak menghasilkan sel darah merah lagi. Sebagian besar sel darah merah dihasilkan dalam sumsum tulang membranosa (seperti: vertebral, sternum, iga, dan pelvis).
Dengan meningkatnya usia, sumsum tulang menjadi kurang produktif. SeI yang dapat membentuk sel darah merah adalah hemositoblas atau sel induk mieloid yang mampu berkernbang menjadi berbagai jenis sel (pluripoten). Sel ini terdapat di sumsum tulang dan akan membentuk berbagai jenis sel darah putitr, eritrosit, dan megakariosit (pembentuk keping darah). Eritrosit yang terbentuk akan keluar dan menembus membran memasuki kapiler darah (diapetlesis). Selain membentuk eritrosit, hemositoblas juga membentuk sel plasma, limfosit b, limfosit c, monosit, dan fagosit-fagosit lain.
Umur (lifepan) eritrosit dalam sirkulasi berksar antara 120 hari pada laki-laki dan 100 hari pada wanita. Setelah melampaui batas umur tersebut eritrosit akan kehilangan kemampuan metabolismekemudian dihancurkan oleh limfe, hati, sumsum tulang dan sel retikuloendothelial. Sebagian besat komponennya akan dimanfaatkan kembali, seperti besi, hem, asam amino dan globin. Cincin protoporfirin yang tidak digunakan lagi akan dikatabolisme di dalam sel retikuloendothelial menjadi pigmen empedu, kemudian diekskresikan lewat urin dan feses. Alfa methana dan heme diosidasi menjadi biliverdin kemudian bilirubin dan masuk ke dalam hati, kemudian menjadi urobilinogen yang diekskresikan dalam bentuk sterkobilin yaitu warna kuning pada feses dan urobilinogen yaitu warna kning pada urin. Untuk menjaga jumlah nornal eritrosit, tubuh harus menghasilkan sel dewasa baru pada kecepatan 2 juta setiap detik. Pada orang dewasa, produksi eritrosit mengambil tempat di jaringan mieloid yang terletak di sumsum tulang dari tulang kranial, rusuk, dada, korpus vertebra, epifisis proksimal humerus, dan femur. Proses pembentukan eritrosit disebut eritropoesis.
Eritropoesis dimulai dari transformasi hemositoblas menjadi rubriblas. Selanjutnya sel intermediat lain terbentuk sampai tahap akhir pembentukan eritrosit tercapai. Sintesis Hb dan hilangnya inti menandai urut-urutan perkembangan eritropoesis. Rubriblas menglami beberapa tahap diferensiasi dalam urut-urutan tersebut. Pertama-tama rubriblas berubah menjadi prorubrisit. Kemudian prorubrisit berkembang menjadi rubrisit, sel pertama dalam urutan yang mulai mensintesis Hb. Kemudian rubrisit berkembang menjadi metarubrisit. Dalam metarubrisit sintesi Hb ada tingkat meksimum dan inti hilang karena di buang. Pada tahap berikutnya, metarubrisit berkembang menjadi retikulosit yang seterusnya menjadi eritrosit, atau sel darah merah dewasa.
F. Kesimpulan
Jumlah SDM pada naracoba yang dijadikan sampel sekitar 4.640.000 SDM/mm3. Hal ini berarti, pada setiap mm3 darahnya terdapat sekitar 4,6 juta eritrosit. Untuk wanita sehat memiliki kira-kira 4,5 juta eritrosit dalam setiap mm3 darah. Sehingga konsntrasi eritrosit ada naracoba ini mendekati normal.
G. Daftar pustaka
Mehta, Atul dan Victoria Hoffbrand. 2006. At a Glance : Hematologi. Jakarta : Erlangga.
Nurcahyo, Heru. 2008. Fisiologi Hewan Dasar. Yogyakarta : FMIPA UNY
http://kadri-blog.blogspot.com/2010/11/pembahasan-eritrosit.html
0 comments :
Post a Comment