Komunikasi Terapeutik

Filled under:

Pengertian Komunikasi

Komunikasi
Komunikasi Terapeutik
Komunikasi merupakan  rangkaian proses pengalihan informasi dari satu orang kepada orang lain dengan maksud tertentu (Liliweri, 2007:4). Komunikasi merupakan interaksi antarpribadi yang menggunakan sistem simbol linguistik, seperti sistem simbol verbal (kata-kata), verbal dan nonverbal yang dapat disosialisasikan secara langsung/ tatap muka atau melalui media lain (tulisan, oral dan visual).

Komponen komunikasi


  1. Komunikator atau orang yang menyampaikan pesan harus berusaha merumuskan isi pesan yang akan disampaikan. Sikap dari komunikator harus empati, jelas.
  2. Komunikan: penerima informasi atau memberi respon terhadap stimulus yang disampaikan oleh komunikator.
  3. Pesan: gagasan atau pendapat, fakta,informasi atau stimulus yang disampaikan didukung oleh lambang ( bahasa, suara, gerak dan warna ). 
  4. Media: saluran yang dipakai untuk menyampaikan pesan.
  5. Respon atau umpan balik adalah reaksi komunikan sebagai dampak atau pengaruh dari pesan yang disampaikan, baik secara langsung maupun tidak langsung.


Faktor yang mempengaruhi proses komunikasi terapeutik

Proses komunikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor (Potter & Perry, 1993) yaitu :

  1. Perkembangan. Agar dapat berkomunikasi efektif dengan seseorang perawat harus mengerti pengaruh perkembangan usia baik dari sisi bahasa, maupun proses berpikir dari orang tersebut. Adalah berbeda cara berkomunikasi anak usia remaja dengan anak usia balita. 
  2. Persepsi. Adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau peristiwa. Persepsi dibentuk oleh harapan atau pengalaman. Dalam hal terhadap komunikasi verbal dan non verbal perawat selama pasien dirawat. Apabila pengalaman akan komunikasi perawat baik maka persepsi klien yang terbentuk adalah baik dan sebaliknya. Diakui bahwa persepsi interpersonal sangat sulit karena kita tidak akan mampu menangkap seluruh sifat orang lain dari berbagai dimensi perilakunya. Perbedaan persepsi dapat mengakibatkan terhambatnya komunikasi. Misalnya kata-kata virus mempunyai perbedaan persepsi pada seorang ahli komputer dengan seorang dokter. 
  3. Nilai. Adalah standar yang mempengaruhi pengaruhi perilaku sehingga penting bagi perawat untuk menyadari nilai seseorang. Perawat perlu berusaha untuk mengetahui dan mengklarifikasi nilai sehingga dapat membuat keputusan dan interaksi yang tepat dengan klien. Dalam hubungan profesionalnya diharapkan perawat tidak terpengaruh oleh nilai pribadinya. Perbedaan nilai tersebut dapat dicontohkan sebagai berikut, klien memandang abortus tidak merupakan perbuatan dosa sementara perawat memandang bahwa abortus merupakan tindakan dosa. Hal ini dapat menyebabkan konflik antara perawat dan klien.
  4. Latar belakang sosial budaya. Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor budaya. Budaya juga akan membatasi cara bertindak dan berkomunikasi. Jadi faktor sosial budaya sangat mempengaruhi walaupun seorang perawat telah melakukan komunikasi sesuai dengan spirit komunikasi terapeutik, sehingga perlu penjelasan yang cermat kepada klien.
  5. Emosi. Merupakan perasaan subyektif terhadap suatu kejadian. Emosi seperti marah, sedih dan senang akan mempengaruhi perawat dalam berkomunikasi dengan orang lain. Perawat perlu mengkaji emosi klien dan keluarganya sehingga perawat mampu memberikan asuhan keperawatan dengan tepat. Selain itu perawat juga perlu mengevaluasi emosi yang ada pada dirinya agar dalam melakukan asuhan keperawatan tidak terpengaruh oleh emosi bawah sadarnya. Karena hal ini sangat mempengaruhi persepsi klien terhadap komunikasi perawat. Bisa saja terjadi persepsi klien bias tentang komunikasi perawat karena sementara emosi atau sedih.
  6. Jenis kelamin. Setiap jenis kelamin mempunyai gaya komunikasi yang berbeda. Dari usia tiga tahun wanita bermain dengan teman baiknya atau dalam group kecil dan menggunakan bahasa untuk mencari kejelasan, meminimalkan perbedaan, serta membangun dan mendukung keintiman. Laki-laki dilain pihak, menggunakan bahasa untuk mendapatkan kemandirian dari aktifitas dalam group yang lebih besar, dimana jika mereka ingin berteman, maka mereka melakukannya dengan bermain. 
  7. Pengetahuan. Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi komunikasi yang dilakukan. Tingkat pengetahuan berkaitan erat dengan tingkat pendidikan seseorang. Pengetahuan akan semakin baik dengan makin tinggi tingkat pendidikan dan lebih mudah menerima dan mengelola pesan atau komunikasi dengan baik. Perawat perlu mengetahui tingkat pengetahuan klien sehingga perawat dapat berinteraksi dengan baik dan akhirnya dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat kepada klien. 
  8. Peran dan hubungan. Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antar orang yang berkomunikasi. Cara komunikasi seorang perawat dengan koleganya, dengan cara komunikasi seorang perawat pada klien akan berbeda tergantung perannya. 
  9. Lingkungan. Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang efektif. Suasana yang bising, tidak ada privacy yang tepat akan menimbulkan kerancuan, ketegangan dan ketidaknyamanan.Misalnya berpacaran di pasar tentunya tidak nyaman. Untuk itulah perawat perlu menyiapkan lingkungan yang tepat dan nyaman sebelum memulai interaksi dengan klien. 
  10. Jarak. Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu dapat menyediakan rasa aman dan kontrol. Hal itu juga yang dialami klien saat pertama kali berinteraksi dengan perawat. Untuk itu perawat perlu memperhitungkan jarak yang tepat pada saat melakukan hubungan dengan klien.


Teknik Komunikasi Terapeutik


  1. Mendengar. Merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan mendengar petugas mengetahui perasaan klien. Beri kesempatan lebih banyak pada klien untuk bicara. Petugas harus menjadi pendengar yang aktif.
  2. Pertanyaan Terbuka. Memberi kesempatan untuk memeilih contoh ’” apakah yang sedang saudara pikirkan?” Beri dorongan dengan cara mendengar atau mengatakan, saya mengerti .........
  3. Mengulang. Mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi petugas mengikuti pembicaraan klien. 
  4. Klarifikasi. Dilakukan jika petugas ragu, tidak jelas, tidak mendengar, atau klien malu mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak lengkap atau mengemukakannya berpindah-pindah. 
  5. Refleksi. Berupa refleksi isi, memvalidasi apa yang didengar. Refleksi perasaan, memberi respon pada perasaan klien terhadap isi pembicaraan, agar klien mengetahui dan menerima perasaannya. 
  6. Memfokuskan. Membantu klien bicara pada topik yang telah dipilih dan yang penting. Dan menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yang lebih spesifik, lebih jelas dan berfokus pada realitas. 
  7. Membagi Persepsi. Meminta pendapat klien tentang hal yang petugas rasakan dan pikirkan. Dengan cara ini petugas dapat meminta umpan balik dan memberi informasi.
  8. Identifikasi “Tema”. Latar belakang masalah yang dialami klien yang muncul selama percakapan. Gunanya untuk meningkatkan pengertian dan mengeksplorasi masalah yang penting. 
  9. Diam. Cara yang sukar, biasanya dilakukan setelah mengajukan pertanyaan. Tujuannya memberi kesempatan berpikir dan memotivasi klien untuk bicara. Pada klien yang menarik diri, diam berarti petugas menerima klien. 
  10. Informing. Memberi informasi dan fakta untuk pendidikan kesehatan. 
  11. Saran. Memberi alternatif ide untuk memecahkan masalah. Tepat dipakai pada fase kerja dan tidak tepat pada fase awal hubungan. 
  12. Humor. Pengeluaran energi melalui menikmati ketidaksempurnaan (kata-kata nada canda).


0 comments :

Post a Comment