POLA TANAM

Filled under:



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
            Dalam bercocok tanam, terdapat beberapa pola tanam agar efisien dan memudahkan kita dalam penggunaan lahan, dan untuk menata ulang kalender penanaman. Pola tanam sendiri ada tiga macam, yaitu : monokultur, polikultur (tumpangsari), dan rotasi tanaman. Ketiga pola tanam tersebut memiliki nilai plus dan minus tersendiri. Pola tanam memiliki arti penting dalam sistem produksi tanaman. Dengan pola tanam ini berarti memanfaatkan dan memadukan berbagai komponen yang tersedia (agroklimat, tanah, tanaman, hama dan penyakit, keteknikan dan sosial ekonomi). Pola tanam di daerah tropis seperti di Indonesia, biasanya disusun selama 1 tahun dengan memperhatikan curah hujan (terutama pada daerah/lahan yang sepenuhnya tergantung dari hujan. Maka pemilihan jenis/varietas yang ditanampun perlu disesuaikan dengan keadaan air yang tersedia ataupun curah hujan.
            Tumpangsari merupakan suatu usaha menanam beberapa jenis tanaman pada lahan dalam waktu yang sama, yang diatur sedemikian rupa dalam barisan-barisan tanaman. Penanaman dengan cara ini bisa dilakukan pada dua atau lebih jenis tanaman yang relatif seumur, misalnya jagung dan kacang tanah atau bisa juga pada beberapa jenis tanaman yang umurnya berbeda-beda. Untuk dapat melaksanakan pola tanam tumpangsari secara baik perlu diperhatikan beberapa faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh diantaranya ketersediaan air, kesuburan tanah, sinar matahari dan hama penyakit. Penentuan jenis tanaman yang akan ditumpangsarikan dan saat penanaman sebaiknya disesuaikan dengan ketersediaan air yang ada selama pertumbuhan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari persaingan (penyerapan hara dan air) pada suatu petak lahan antar tanaman. Pada pola tanam tumpangsari sebaiknya dipilih dan dikombinasikan antara tanaman yang mempunyai perakaran yang relatif dalam dan tanaman yang mempunyai perakaran relatif dangkal.

1.2  Tujuan
~        Mengetahui dan memahami macam-macam pola tanaman
~        Mengetahui dan memahami pola tanam berdasarkan kondisi lahan
~        Mengetahui dan memahami penetapan awal musim pada tumpang sari
~        Mengetahui contoh-contoh pola tanam
~        Mengetahui keuntungan dan kelemahan pola tanam tumpangsari

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pola Tanam
Beberapa pola tanam yang biasa diterapkan adalah sebagai berikut:

  1. Tumpang sari (Intercropping), melakukan penanaman lebih dari 1 tanaman (umur sama atau berbeda). Contoh: tumpang sari sama umur seperti jagung dan kedelai; tumpang sari beda umur seperti jagung, ketela pohon, padi gogo.
  2. Tumpang gilir (Multiple Cropping), dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapat keuntungan maksimum. Contoh: jagung muda, padi gogo, kacang tanah, ubi kayu.
  3. Tanaman Bersisipan (Relay Cropping): pola tanam dengan cara menyisipkan satu atau beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok (dalam waktu tanam yang bersamaan atau waktu yang berbeda). Contoh: jagung disisipkan kacang tanah, waktu jagung menjelang panen disisipkan kacang panjang.
  4. Tanaman Campuran (Mixed Cropping): penanaman terdiri atas beberapa tanaman dan tumbuh tanpa diatur jarak tanam maupun larikannya, semua tercampur jadi satu Lahan efisien, tetapi riskan terhadap ancaman hama dan penyakit. Contoh: tanaman campuran seperti jagung, kedelai, ubi kayu.

2.2 Pola Tanam Rotasi
Pola tanam rotasi merupakan pola tanam yang dikembangkan dengan cara mengganti setiap musim tanaman budidaya yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan pertanian.

2.3 Teknik Pola Tanam Pergiliran Tanaman Pada Pertanian
1.      Polikultur (Tumpangsari)
            Polikultur (disebut Juga tumpangsari) adalah penanaman dua tanaman secara bersama-sama atau dengan interval waktu yang singkat, pada sebidang lahan yang sama. Tumpangsari merupakan sistem penanaman tanaman secara barisan di antara tanaman semusim dengan tanaman tahunan. Tumpangsari ditujukan untuk memanfaatkan lingkungan (hara, air dan sinar matahari) sebaik-baiknya agar diperoleh produksi maksimum.
            Sistem tumpangsari dapat diatur berdasarkan:
-          Sifat-sifat perakaran
-          Waktu penanaman
            Tujuan dari pada tanaman tumpangsari adalah:
-          Memanfaatkan tempat-tempat yang kosong
-          Menghemat pengolahan tanah
-          Memanfaatkan kelebihan pupuk yang diberikan kepada tanaman utamanya
-          Menambah penghasilan tiap kesatuan luas tanah
-          Memberikan penghasilan sebelum tanaman utama menghasilkan.
            Pengukuran sifat-sifat perakaran sangat perlu untuk menghindarkan persaingan unsur hara, air yang berasal dari dalam tanah. Sistem perakaran yang dalam ditumpangsarikan dengan tanaman yang berakal dangkal. Tanaman monokotil yang pada umumnya mempunyai sistem perakaran yang dangkal, karena berasal dari akar seminal dan akar buku. Sedangkan tanaman dikotil pada umumnya mempunyai sistem perakaran dalam, karena memiliki akar tunggang. Dalam pengaturan tumpang sari tanaman monokotil dengan tanaman dikotil dapat dilakukan kalau dipandang dari sifat perakarannya, misalnya tumpang sari jagung dengan jeruk manis. Jeruk manis dapat tumbuh dengan baik, sedangkan tanaman jagung tumbuh subur tanpa mengganggu kehidupan jeruk manis.
            Pengaturan tumpang sari harus diingat bahwa tanaman selalu mengadakan kompetisi dengan tanaman semusim yang dapat saling menguntungkan, misalnya antara kacang-kacangan dengan jagung. Jagung menghendaki nitrogen tinggi, sementara kacang-kacangan, karena kacangan dapat memfiksasi nitrogen dari udara bebas.

  1. Pergiliran Tanaman (Rotasi Tanaman)
            Rotasi atau pergiliran tanaman ialah  pengaturan susunan urutan-urutan pertanaman yang sistematis pada suatu tempat tertentu. Lamanya rotasi itu biasanya antara dua sampai lima tahun. Apabila rotasinya dilakukan dalam waktu satu tahun, biasanya disebut tanaman pengisi (succession cropping). Sebagai contoh rotasi, misalnya ialah kentang-kubis-pupuk hijau-kentang.
Tujuan dari pada rotasi ini adalah:
-          Memperbaiki struktur dan kesuburan tanah.
-          Memberantas nematoda-nematoda jahat dan penyakit yang dapat hidup lama di dalam tanah, yang sulit diberantas dengan cara lain.
-          Menambah penghasilan tiap kesatuan luas tanah.
-          Merotasi tanaman budidaya.
-          Menjaga kesuburan lahan atau memperbaiki tekstur tanah.
-          Menghindari peledakan hama atau penyakit tanaman.
-          Penyesuaian lahan dengan setiap musimnya.
-          Cara pergiliran tanaman pada pertanian organik tidak dilaksanakan pada seluruh satuan luas yang bersamaan, melainkan perbaris atau bedengan dan saling berdekatan.
            Pemilihan jenis tanaman rotasi adalah penting sekali. Kesalahan penggunaan jenis tanaman rotasi dapat menurunkan  hasil tanaman berikutnya, yang tidak mustahil malah merupakan tanaman inang (host plant) bagi penyakit-penyakit yang justru akan diberantas. Sebagai contoh dapat dikemukakan, bahwa hasil tanaman kubis akan rendah apabila ditanam sesudah kedelai, akan tetapi dapat tinggi sesudah jagung, padahal kedelai bersifat menyuburkan tanah.
            Tetapi sebaliknya tanaman selada, tomat, dan bawang merah, hasilnya akan rendah apabila ditanam sesudah jagung. Tanah-tanah yang mengandung nematoda tidak boleh ditanami Tephrosiaa sp, karena bersifat sebagai tanaman inang. Tanamilah dengan jenis-jenis pupuk hijau lainnya.

2.4 Pola Tanam Berdasarkan Kondisi Lahan
1.      Lahan Kering (tegalan)
                        Di lahan kering, palawija dapat ditanam secara monokultur atau tumpangsari. Ada dua alternatif pelaksanaannya. Alternatif pertama, awal musim hujan, lahan dapat ditanami palawija berumur pendek sebanyak satu kali. Penanaman dilakukan secara monokultur atau tumpangsari dengan saat tanam yang bersamaan. Saat akhir atau pertengahan musim hujan, lahan dapat ditanami palawija berumur pendek atau berumur panjang sebanyak satu kali tanam. Pelaksanaannya dilakukan secara monokultur atau tumpangsari dengan waktu tanam yang bersamaan. Alternatif kedua, pada awal musim hujan, lahan ditanami jagung. Kurang lebih 3 sampai 4 minggu sebelum panen, singkong ditanami di antara tanaman jagung.

2.      Lahan Sawah Tadah Hujan
            Di lahan tadah hujan, palawija bisa ditanam secara monokultur atau tumpangsari. Ada dua alternatif untuk pelaksanaannya. Alternatif pertama, pada awal musim hujan sampai pertengahan musim huajn, lahan ditanami padi sebanyak satu kali. Pada akhir atau pertengahan musim hujan, lahan ditanami palawija secara monokultur sebanyak satu kali. Sedangkan alternatif kedua pada awal musim hujan, lahan ditanami padi sebanyak satu kali. Pada akhir atau pertengahan musim hujan sampai musim kemarau lahan dapat ditanami palawija secara tumpangsari. Tumpangsari dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama adalah tumpangsari dua tanaman berumur pendek. Misalnya, jagung dengan kacang kedelai, kacang tanah atau kacang hijau. Pada metode ini waktu tanam dilakukan bersamaan. Demikian pula waktu panennya. Karena terdapat tanaman lain, maka jarak tanam jagung harus lebih lebar. Cara kedua dilakukan antara dua tanaman dengan umur berbeda. Misalnya, ubi kayu dengan kacang tanah, kedelai atau kacang hijau. Metode ini waktu tanamnya bersamaan. Ketika tanaman yang berumur pendek sudah dipanen, singkong masih dibiarkan tumbuh sampai saatnya panen. Dengan cara ini, jarak tanam singkong harus lebih lebar.

3.      Lahan Sawah Beririgasi
            Di lahan sawah, palawija umumnya ditanami secara monokultur dengan pola tanam sebagai berikut. Pada awal musim hujan sampai akhir musim hujan, lahan ditanami padi sebanyak dua kali tanam. Pada musim kemarau, lahan dapat ditanami palawija berumur pendek sebanyak satu kali.
Kerugian pola lahan sawah beririgasi tanam ini adalah
-          Pola pergiliran tanaman pada setiap daerah berbeda sebab masing masing daerah mempunyai kondisi iklim, tanah dan kecocokan tanaman untuk pergiliran yang berbeda pula sehingga tidak bisa di samaratakan.

4.      Lahan Rawa Pasang Surut
            Sebelum ditanam palawija, lahan rawa harus diolah dengan sistem sarjan. Pada sistem ini, sebagian lahan ditinggikan untuk ditanami palawija atau tanaman lain yang tidak tahan genangan air. Bagian yang lebih tinggi ini disebut guludan. Bagian yang lain, dibuat lebih rendah untuk ditanami padi. Bagian yang rendah ini disebut tabukan. Perbandingan luas tabukan dan guludan pasang tertinggi. Bagian guludan tidak boleh dilampaui air. Sementara itu, permukaan tanah tidak lebih rendah dari lapisan pirit. Lapisan ini merupakan akumulasi bahan-bahan beracun, sehingga bila terangkat ke permukaan akan sangat mengganggu pertumbuhan tanaman.
            Di lahan rawa, palawija juga ditanami secara monokultur atau tumpang sari. Aturannya sebagai berikut. Di lahan di bagian tabukan, ditanami padi dua kali setahun. Sedangkan di bagian guludan pada awal dan akhir musim hujan ditanami palawija berumur pendek (jagung dan kacang-kacangan). Atau, pada awal musim hujan ditanami palawija berumur pendek dan akhir musim hujan ditanami singkong.

2.5 Penetapan Awal Musim
Awal musim ditentukan jika curah hujan dalam satu dekade dan tiap dekade berikutnya lebih besar dari 50 mm untuk musim hujan sedangkan untuk musim kemarau kurang dari 50 mm. Lebih mudahnya dalam tiga dekade harus lebih besar dari 150 mm untuk musim hujan dan kurang dari 150 mm untuk musim kemarau. Dari data curah hujan pada tabel ceraca air yang disesuaikan dengan kriteria diatas maka awal musim hujan jatuh pada bulan nopember dekade pertama. Penetapan ini dikarenakan curah hujan pada bulan nopember dekade pertama dan dua dekade berikutnya masing-masing melebihi kriteia diatas 50 mm yaitu berturut-turut 56.31 mm, 61.81 mm, dan 74.31 mm sedangkan curah hujan sebelumnya masih rendah yaitu 45.37 mm. Penetapan awal musim kemarau jatuh pada bulan april dekade pertama. Penetapan ini dikarenakan curah hujan pada bulan april dekade pertama dan dua dekade sesudahnya masing-masing sesuai kriteia yaitu berturut-turut 42.14 mm, 37.64 mm, dan 28.64 mm sedangkan curah hujan sebelumnya masih tinggi yaitu 60.86 mm.

2.6 Contoh Pola Tanam
Pola tanam dapat disusun sesuai kebutuhan petani. Pemilihan jenis tanaman budidaya umumnya disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Diketahuinya ketersediaan air disuatu daerah dengan adanya neraca air maka penentuan pola
tanam dalam satu tahun dapat diatur sehingga lahan dapat dimanfaatkan secara maksimal. Penentuan pola tanam sangat dipengaruhi ketersediaan air. Maka dari itu, ketika waktu defisit air penentuan pola tanam akan berbeda jika air dapat ditambahkan ataupun tidak dapat diberikan penambahan air. Berikut akan diberikan lima contoh model pola tanam:

1. Padi - Padi - Padi
Jika air saat terjadi defisit dapat disediakan maka dapat dilakukan penanaman padi sepanjang tahun. Namun jika air sulit tersedia ketika defisit air maka masih memungkinkan dilakukan penanaman padi sepanjang tahun namun dengan beberapa kriteria. Jika dalam satu tahun akan ditanam padi sebanyak tiga kali maka varietas padi yang digunakan adalah varietas genjah agar umurnya lebih pendek sehingga saat surplus air dapat dimanfaatkan penanaman hingga panen. Awal bulan nopember merupakan awal musim hujan namun pada dekade pertama masih terjadi defisit air. Maka penanaman padi kesatu dapat mulai. Jika persiapan hingga panen memerlukan waktu empat bulan maka saat penanaman padi kedua yaitu pada bulan maret masih terdapat air namun bulan april hingga juni terjadi defisit air. Maka varietas padi yang ditanam mengunakan padi lahan kering. Penanaman padi ketiga pada bulan juli jika tetap tidak dapat diusahakan pengairan maka padi yang ditanam menggunakan varietas lahan kering.

2. Padi - Padi - Palawija
Penanaman dengan pola tanam padi-padi-palawija dapat dimulai dengan penanaman padi pertama saat awal musim yaitu awal nopember. Persiapan dimulai bulan oktober sehingga pada awal musim penanaman telah siap. Pada bulan pebruari penanaman padi kedua dapat dilaksanakan sehingga pada waktu defisit air yaitu pada bulan juni hingga oktober dapat digunakan untuk penanaman palawija dan pengolahan tanah.

3. Padi - Padi - Bero
Untuk memperbaiki keadaan tanah maka disamping dilakukan penanaman dapat juga dilakukan pemberoan. Jika padi ditanam dua kali seperti pola tanam padi-padi-palawija maka waktu penanaman palawija dapat digunakan untuk pemberoan dan pengolahan tanah. Waktu penanaman padi dapat disamakan dengan pola tersebut.

4. Padi - Palawija - Bero
Menurut rekomendasi Oldeman, pola tanam yang sesuai untuk tipe iklim ini yaitu hanya mungkin satu kali padi atau satu kali palawija setahun tergantung pada adanya persediaan air irigasi. Pola tanam ini sesuai dengan rekomendasi Oldeman maka penanaman padi dapat dilakukan saat terjadi surplus air yaitu pada bulan nopember hingga maret. Dengan waktu lima bulan ini maka pertumbuhan padi dapat dioptimalkan. Sedangkan penanaman palawija ini dapat disesuaikan dengan jenis palawija dengan kebutuhannya terhadapa air. Jika palawija yang ditanam tidak terlalu tahan kekeringan maka penanamannya dapat dilakukan bulan maret disesuaikan saat surplus air sehingga waktu untuk penanaman padi lebih dimajukan dan sisanya untuk palawija. Jika palawija yang ditanam tahan terhadap kekeringan maka penanamannya dapat dilakukan bulan april kemudian dilakukamn pemberoan.

Padi - Padi
Jika penanaman padi akan dilaksanakan dua kali dalam satu tahun tanpa kegiatan lagi. Maka penanaman padi pertama dilakuka saat surplus air yaitu bulan nopember hingga maret. Sedangkan penanaman padi kedua dapat digunakan padi lahan kering yang ditanam setelah padi kedua. Varietas padi dapat menggunakan varietas berumur panjang karena dalam satu tahun hanya dilakukan dua kali penanaman.







BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Keuntungan Pola Tanam Tumpangsari
Keuntungan pola tanam tumpang sari inter cropping antara lain:
·         Efisiensi tenaga lebih mudah dicapai karena persiapan tanam, pengerjaan tanah, pemeliharaan, pemupukan dan pemungutannya lebih mudah dimekanisir 
·         Banyaknya tanaman per hektar mudah diawasi dengan mengatur jarak diantara dan didalam barisan 
·         Menghsilkan produksi lebih banyak untuk di jual ke pasar 
·         Perhatian lebih dapat di curahkan untuk tiap jenis tanaman sehingga tanaman yang ditanam dapat dicocokkan dengan iklim, kesuburan dan tekstur tanah 
·         Resiko kegagalan panen berkurang bila di bandingkan dengan monokultur 
·         Kemungkinan merupakan bentuk yang memberikan produksi tertinggi karena penggunaan tanah dan sinar matahari lebih efisien 
·         Banyak kombinasi jenis-jenis tanaman dapat menciptakan stabilitas biologis terhadap serangan hama dan penyakit. 


3.2 Kelemahan Pola Tanam Tumpangsari
Kelemahan pola tanam tumpang sari inter cropping antara lain:
  • Persaingan dalam hal unsur hara
Dalam pola tanam tumpangsari, akan terjadi persaingan dalam menyerap unsur hara antar tanaman yang ditanam. Sebab, setiap tanaman memiliki jumlah kebutuhan unsur hara yang berbeda-beda, sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa salah satu tanaman akan mengalami defisiensi unsur hara akibat kkalah bersaing dengan tanaman yang lainnya.
  • Pemilihan komoditas
Diperlukan wawasan yang luas untuk memilih tanaman sela sebagai pendamping dari tanaman utama, karena tidak semua jenis tanaman cocok ditanam berdampingan. Kecocokan tanaman-tanaman yang akan ditumpangsarikan dapat diukur dari kebutuhan unsur haranya, drainase, naungan, penyinaran, suhu, kebutuhan air, dll.
  • Permintaan Pasar
            Pada pola tanam tumpangsari, tidak selalu tanaman yang menjadi tanaman sela, memiliki permintaan yang tinggi. Sedangkan, untuk memilih tanaman sela yang cocok ditumpangsarikan dengan tanaman utama, merupakan usaha yang tidak mudah karena diperlukan wawasan yang lebih luaslagi. Maka dari itu, diperlukan strategi pemasaran yang tepat agar hasil dari tanaman sela tersebut dapat mendatangkan keuntungan pula bagi petani.
  • Memerlukan tambahan biaya dan perlakuan
                        Untuk dapat melaksanakan pola tanam tumpangsari secara baik perlu diperhatikan beberapa faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh di antaranya ketersediaan air, kesuburan tanah, sinar matahari dan hama penyakit.
                        Penentuan jenis tanaman yang akan ditumpangsari dan saat penanaman sebaiknya disesuaikan dengan ketersediaan air yang ada selama pertumbuhan. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh pertumbuhan dan produksi secara optimal.
                        Kesuburan tanah mutlak diperlukan, hal ini dimaksudkan untuk menghindar persiangan (penyerapan hara dan air) pada satu petak lahan antar tanaman.
                        Pada pola tanam tumpangsari sebaiknya dipilih dan dikombinasikan antara tanaman yang mempunyai perakaran relatif dalam dan tanaman yang
mempunyai perakaran relatif dangkal.
Sebaran sinar matahari penting, hal ini bertujuan untuk menghindari persiangan antar tanaman yang ditumpangsarikan dalam hal mendapatkan sinar matahari, perlu diperhatikan tinggi dan luas antar tajuk tanaman yang ditumpangsarikan. Tinggi dan lebar tajuk antar tanaman yang ditumpangsarikan akan berpengaruh terhadap penerimaan cahaya matahari, lebih lanjut akan mempengaruhi hasil sintesa (glukosa) dan muara terakhir akan berpengaruh terhadap hasil secara keseluruhan.
                        Antisipasi adanya hama penyakit tidak lain adalah untuk mengurangi resiko serangan hama maupun penyakit pada pola tanam tumpangsari. Sebaiknya ditanam tanam-tanaman yang mempunyai hama maupun penyakit berbeda, atau tidak menjadi inang dari hama maupun penyakit tanaman lain yang ditumpangsarikan.

BAB IV
PENUTUP

4.1  Kesimpulan
  •             Teknik pergiliran tanaman ada dua macam, yaitu polikultur (tumpangsari) dan pergiliran tanaman (rotasi tanaman). Polikultur (disebut Juga tumpangsari) adalah penanaman dua tanaman secara bersama-sama atau dengan interval waktu yang singkat, pada sebidang lahan yang sama. Tumpangsari merupakan sistem penanaman tanaman secara barisan di antara tanaman semusim dengan tanaman tahunan. Tumpangsari ditujukan untuk memanfaatkan lingkungan (hara, air dan sinar matahari) sebaik-baiknya agar diperoleh produksi maksimum. Keuntungan pola tanam tumpang antara lain : efisiensi tenaga lebih mudah dicapai karena persiapan tanam, pengerjaan tanah, pemeliharaan, pemupukan dan pemungutannya lebih mudah dimekanisir; banyaknya tanaman per hektar mudah diawasi dengan mengatur jarak diantara dan didalam barisan; menghsilkan produksi lebih banyak untuk di jual ke pasar; perhatian lebih dapat di curahkan untuk tiap jenis tanaman sehingga tanaman yang ditanam dapat dicocokkan dengan iklim, kesuburan dan tekstur tanah; resiko kegagalan panen berkurang bila di bandingkan dengan monokultur; kemungkinan merupakan bentuk yang memberikan produksi tertinggi karena penggunaan tanah dan sinar matahari lebih efisien; banyak kombinasi jenis-jenis tanaman dapat menciptakan stabilitas biologis terhadap serangan hama dan penyakit. Sedangkan kelemahan dalam pola tanama tumpangsari, antara lain : Persaingan dalam hal unsur hara; sulit dalam memilih komoditas yang cocok dijadikan sebagai tanaman sela; sulit dalam menyesuaikan atara tanaman sela dengan permintaan pasar; memerlukan tambahan biaya dan perlakuan.

DAFTAR PUSTAKA

Jumin, Hasan Basri. 1998. Dasar-dasar Agronomi. Jakarta : Rajawali.
Marzuki, H. A. Rasyid, Soeprapto. 2004. Bertanam Kacang Hijau. Jakarta : Penebar Swadaya.
Najiyati, Sri. 1992. Palawija, Budidaya, dan Analisis Usaha Tani. Jakarta : Penebar Swadaya.
Sunaryo, Hendro. 1984. Pengantar Pengetahuan Dasar Hortiklutura (Produksi Hortikultura I). Bandung : Sinar Baru Bandung.
Tim Penulis PS. 1993. Pembudidayaan, Pengolahan, dan Pemasaran Tembakau. Jakarta : Penebar Swadaya.






0 comments :

Post a Comment