Apa benar dada Rasulullah saw pernah dibelah? Jika memang
benar, apakah hal itu tidak bertentangan dengan kemaksuman beliau?
Cerita tentang dibelahnya dada Rasulullah saw yang sering
kita dengar ternyata hanyalah kisah bohong belaka. Dalam pembahasan ini kita
akan membuktikan kebohongan riwayat tersebut.
Kisah Dibelahnya Dada Nabi
Anas bin Malik menukil: “Di masa kanak-kanak, pada suatu
hari Rasulullah saw bermain-main dengan anak-anak Bani Sa’ad. Jibril
mendatanginya, lalu mentengkurapkannya, lalu membelah dadanya. Ia mengambil
jantung nabi, lalu membersihkannya dari lumuran darah dan berkata: “Ini adalah
bagian setan dari dirimu.” Lalu ia mencuci jantung itu dengan air zamzam
kemudian mengembalikannya ke tempat semula. Anak-anak lainnya berlari ke rumah
Halimah dan berkata kepadanya bahwa Muhammad telah dibunuh. Mereka juga mengerumuni
Muhammad dan melihatnya berwajah pucat. Anas berkata: “Aku melihat bekas
belahan itu di dada Rasulullah saw.”Kejadian ini menyebabkan Rasulullah saw
dikembalikan ke Madinah ke sisi ibunya.
Riwayat ini disebutkan dalam kebanyakan referensi hadits
Ahlu Sunah. Bukannya ada yang mengkritik hadits ini, malahan ada yang berkata
bahwa peristiwa tersebut terulang sebanyak lima kali; keempatnya disepakati,
dan satu kalinya banyak pendapat berbeda-beda tentangnya. Kali pertamanya di
usia ke-3 tahun Rasulullah saw, kali kedua di usia 10 tahun, kali ketiga di
saat diutusnya nabi, dan di saat perjalanan Mi’raj.
Referensi riwayat
Sayang sekali riwayat tersebut seringkali disebut dalam
buku-buku sejarah. Hal itu membuat citra Rasulullah saw tercoreng di benak dan
fikiran para intelektual dan ilmuan dunia lainnya yang membacanya karena jelas
tak masuk akal. Riwayat itu pula yang disalah gunakan oleh orang-orang yang
berniat buruk terhadap Rasulullah saw dengan mengolok dan menghinanya.
Tentang referensi-referensi riwayat di atas, sebagai contoh,
perhatikan beberapa referensi berikut ini:
Shahih Muslim, jil. 1, Kitab Iman, bab 74, hadits 260-263; Shahih
Bukhari, jil. 1, Kitab Sholat, bab 242, jil. 2, Kita Anbiya, bab 901 dan…;Sirah
Nabawiyah, Ibnu Hisyam, jil. 1; Tarikh Thabari; Muruj Adz-DzahabMas’udi.
Kebanyakan penulis menganggap hal itu sebagai mukjizat nabi
dan menunjukkan bahwa sejak awal Tuhan telah menjadikan beliau sebagai hamba
yang spesial dengan cara demikian. Dengan itu Tuhan telah membersihkan nabi
dari dosa dan kesalahan. Sebagaimana sebagian ahli tafsir menganggap bear
riwayat tersebut dan menafsirkan ayat-ayat pertama surah Al-Insyirah dengan
penafsiran ini. Namun di sisi lain akibat adanya riwayat ini banyak sekali
kritikan-kritikan yang tertuju pada keagungan Rasulullah saw. Orang-orang yang
memusuhi Islam menjadikan riwayat sedemikian rupa sebagai senjata untuk
menjatuhkan Islam. Bagaimana tidak, semua orang yang berakal pasti
terheran-heran membaca riwayat tersebut. Allamah Majlisi dalam Biharul
Anwarmeskipun membenarkan sanad riwayatnya, namun ia terheran-heran dan tidak
bisa meyakini kebenaran kandungan riwayat itu.
Sayang sekali riwayat-riwayat ini banyak sekali ditemukan
dalam buku-buku sejarah dan tafsir umat Islam yang akhirnya sering dikritik
oleh berbagai pihak. Seandainya tidak ada riwayat-riwayat ini, pasti citra
Rasulullah saw dan Al-Qur’an akan terjaga. Tidak akan ada buku-buku seperti
Ayat-Ayat Setan yang ditulis Salman Rushdi. Andai referensi-referensi
terpercaya Islam bersih dari segala hadits-hadits dan riwayat seperti ini.
Bukti tidak benarnya riwayat
Salah satu ketidak benaran riwayat di atas, adalah karena
peristiwa tersebut dijadikan alasan mengapa Rasulullah saw dikembalikan kepada
ibunya, Aminah. Mereka meriwayatkan bahwa seusai peristiwa itu, suami Halimah
berkata kepada istrinya: “Karena peristiwa ini kita harus mengembalikan
Muhammad kepada keluarganya.”Padahal dalam sumber-sumber yang terpercaya juga
disebutkan bahwa sebab dikembalikannya Rasulullah saw bukanlah peristiwa itu,
namun hal lain. Diriwayatkan bahwa pada suatu hari sekelompok orang Kristen
datang dari Habasyah dan sangat memperhatikan Muhammad saw secara seksama lalu
meminta Halimah untuk memberikan anak itu untuk dibawa ke Habasyah. Halimah
khawatir lalu oleh karenanya ia mengembalikan Muhammad saw kepada keluarganya.
Pertentangan dalam waktu dikembalikannya Rasulullah saw
Menurut riwayat dibelahnya dada nabi itu, Rasulullah saw
dikembalikan kepada keluarganya saat berusia tiga tahun. Padahal di
riwayat-riwayat lainnya disebutkan bahwa nabi Muhammad saw terus bersama
Halimah sampai berusia lima tahun. Jika riwayat itu benar, maka bagaimana bisa
beliau terus bersama Halimah salpai berusia lima tahun?
Ikhtilaf dalam penukilan riwayat
Di sebagian riwayat disebutkan bahwa malaikat-malaikat itu
berjumlah dua orang dengan berpakaian warna putih. Namun di riwayat lainnya
disebutkan ada tiga malaikat yang mendatangi beliau. Dalam teks sebagian
riwayat dijelaskan bahwa saat itu Rasulullah saw sedang sibuk bersama
saudaranya menggembala kambing, lalu malaikat-malikat itu datang. Padahal dalam
riwayat lainnya disebutkan saat itu Rasulullah saw sedang bermain dengan
teman-teman sebayanya. Sebagian riwayat menjelaskan bahwa jantung nabi dicuci
dengan air zamzam, namun di riwayat lainnya disebutkan bahwa dicuci dengan es
dan gumpalan salju. Dan masih banyak lagi…
Tidak ada kaitannya badan materi dengan kebaikan dan
keburukan
Sebenarnya bagaimana bisa segumpal darah berhubungan
langsung dengan kebaikan dan keburukan? Kebaikan dan keburukan, hidayah dan
kesucian, semunya berkaitan dengan spiritualitas, bukan badan materi. Seseorang
tidak bisa menjadi baik hanya karena dadanya dibelah dan jantungnya dicuci
dengan air. Jika hal itu masuk akal, maka seharusnya siapapun bisa dibelah
dadanya dan dicuci jantungnya agar menjadi orang baik? Padahal tidak, dan hal
itu sama sekali tak masuk akal.
Disebutkan dalam riwayat-riwayat tersebut bahwa peristiwa
tersebut terulang sebanyak empat atau lima kali di saat-saat yang berbeda. Aneh
sekali, mengapa terkesan seperti oprasi kanker yang tak kunjung sembuh?
Sehingga dada beliau harus dibelah berkali-kali. Jika memang dibelahnya dada
nabi bertujuan agar setan tidak bisa lagi mengganggu nabi Muhammad saw, maka
seharusnya sekali saja cukup dan kali pertama itu ampuh. Lalu mengapa harus
diulang? Berarti hal itu tidak manjur dan setan tetap saja bisa menganggu beliau
sehingga harus dilakukan berkali-kali?
Bertentangan dengan hikmah Ilahi
lagi pula apakah Tuhan tidak mampu mencapai tujuan-Nya tanpa
melakukan pembelahan dada? Pasti Tuhan mampu. Lalu untuk apa Ia harus membelah
dada nabi, itu pun di depan mata anak-anak kecil?
Tidak adanya kehendak dan ikhtiar nabi
Jika riwayat itu benar, maka setiap perbuatan baik yang
dilakukan oleh nabi bukanlah atas kehendaknya sendiri. Karena nabi tidak bisa
melakukan apapun selain kebaikan. Padahal nabi atas kehendaknya sendiri
bergegas mensucikan jiwa dan selalu mendekatkan diri kepada Allah swt hingga
beliau diangkat menjadi nabi. Jika riwayat itu benar, dan jika nabi tidak
berikhtiar dalam kebaikan-kebaikannya, maka apa keistimewaan nabi?
Bertentangan dengan ayat-ayat Al-Qur’an
Allah swt dalam berbagai ayat-Nya menjelaskan bahwa setan
tidak kuasa untuk menganggu hamba-hamba Allah swt yang diridhai-Nya. Ia
berfirman: “Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan
bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan
ma’siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali
hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka.” Allah berfirman: “Ini adalah
jalan yang lurus, kewajiban Aku-lah (menjaganya). Sesungguhnya hamba-hamba-Ku
tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikut
kamu, yaitu orang-orang yang sesat.” (QS. Al-Hijr [15]:42)
“Sesungguhnya hamba-hamba-Ku, kamu tidak dapat berkuasa atas
mereka. Dan cukuplah Tuhan-mu sebagai Penjaga.” (QS. Al-Isra’ [17]:65)
“Sesungguhnya syaitan itu tidak ada kekuasaannya atas
orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya.” (QS. An-Nahl
[16]:99)
Secara pasti kami nyatakan bahwa nabi adalah orang yang
imannya paling tinggi di antara hamba-hamba lainnya, begitu pula tingkat
tawakalnya. Jika kita meyakini kebenaran riwayat pembelahan dada di atas,
berarti keyakinan kita bertentangan dengan ayat-ayat yang telah disebutkan
tadi.
Peristiwa yang diada-ada itu bukanlah mukjizat nabi.
Bagaimana mungkin suatu mukjizat juga terjadi untuk seorang musyrik seperti
Umayyah bin Abi Shilat? Itu pun tidak hanya sekali dua kali, namun empat kali.
Umayyah bin Abi Shilat adalah penyair Arab, yang menurut para ahli sejarah ia
sama sekali tidak memeluk Islam dan hidup hingga tahun ke-9 Hijriah. Ia adalah
orang yang membacakan puisi-puisi kebanggaan untuk orang-orang kafir yang mati
di medan perang melawan Muslimin. Ia tahu bahwa di Hijaz akan ada seorang
nabi. Ia berharap nabi itu adalah dirinya. Namun ternyata bukan, dan ia sangat
hasud terhadap Rasulullah saw. Oleh karena itu Allah menurunkan ayat ini: “Dan
bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya
ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri
dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda),
maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.” (QS. Al-A’raf [7]: 175)
Kenyataannya
Sepertinya riwayat tentang kisah palsu pembelahan dada nabi
terilhami dongeng kuno jaman jahiliah yang sama sekali tidak ada kenyataannya.
Dalam kitab Al-Aghani Al-Isfahani, dongeng-dongeng serupa juga
dijelaskan berkenaan dengan Umayyah bin Abi Shilat yang ringkasnya demikian:
Umayyah saat itu sedang tidur lalu datang dua ekor burung. Satu ekor hinggap di
atas kepalanya, dan satunya lagi masuk ke rumah lalu kembali kemudian membelah
dadanya, dan mengeluarkan jantungnya, kemudian mengembalikannya lagi. Burung
kedua bertanya kepada burung pertama: “Apakah ia faham?” Dijawabnya, “Ya.” Lalu
bertanya lagi, “Apakah sudah bersih?” Dijawab, “Ia menolak.”
Menurut riwayat yang lain, Umayyah pergi ke rumah saudarinya
lalu tidur di pojok rumah. Perawi berkata: “Atap rumah itu terbelah lalu datang
dua ekor burung. Salah satunya hinggap di dadanya dan satunya tetap berada di
atas. Burung yang hinggap di dadanya membelah dada Umayyah lalu mengeluarkan
jantungnya. Burung kedua bertanya, “Apakah ia tahu?” Ia menjawab, “Ya, ia
tahu.” Lalu ditanya, “Apakah ia menerima?” Dijawabnya, “Ia menolak.”"
Berdasarkan riwayat tersebut, peristiwa itu berulang sampai empat kali.
Mungkin tujuan diceritakannya kisah bohong itu untuk
mengagungkan derajat penyair Arab tersebut. Supaya mereka dapat berkata:
“Syair-syair tinggi Umayyah dikarenakan banyaknya peristiwa-peristiwa
menakjubkan yang terjadi padanya.” Akhirnya hal yang sama mereka lakukan untuk
nabi Muhammad saw. Yang kemudian mulut ke mulut cerita tersebut sampai ke semua
orang, kemudian di masa penulisan hadits kisah fiksi tersebut dianggap sebagai
mukjizat nabi.
Referensi untuk mengkaji lebih jauh:
1. Ash-Shahih Min Sirat An-Nabi Al-A’dzam, Sayid Ja’far
Murtadha Amili, jil. 2.
2. Tarikh e Tahqiqi e Islam, Yusefi Gharawi, jil. 1.
3. Pajohesh va Tahqiq e Nouw Dar Sire e Nabi A’dzam,
sekumpulan penulis, di bawah pengawasan Husain Ibrahimi, penerbit Nur
Tsaqalain.
Hadits akhir:
Rasulullah saw bersabda: “Janganlah memuji diri sendiri. Aku
adalah tuannya anak-anak Adam as.”
Qusyairi Neisyaburi, Muslim bin Hujjaj, Shahih Muslim,
jil. 1, hal. 147-148.
Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiah, tahkik: Mustafha
Saqa’, Ibrahim Alabyari, Abdul Hafiz Syalbi, jil. 1, hal. 177.
Biharul Anwar, jil. 16, hal. 140.
Sirah Ibnu Hisyam, jil. 1, hal. 177.
Ibid; Tarikh Thabari, jil. 1, hal. 575.
Abul Faraj Isfahani, Al-Aghani, jil. 4, hal. 120-133;
Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani, Al-Ishabah fi Tamyiiz Al-Shahabah,
Tahkik: Syaikh Adil Ahmad Abdul Maujud dan Syaikh Ali Muhammad Muawidh, jil. 1,
hal. 384-387.
Abul Faraj Isfahani, Al-Aghani, jil. 4, hal.
120-133.
Biharul Anwar, jil. 8, hal. 48.
0 comments :
Post a Comment